TRAVELLING IN PREGNANCY (Bepergian saat Hamil)
Perjalanan dalam keadaan hamil umum dilakukan terutama saat perjalanan
internasional untuk belajar, bekerja dan bersantai. Beberapa wanita sepenuhnya
menyadari potensi risiko bepergian saat hamil, terutama risiko melahirkan di
luar negeri. Di sini, saya akan mengulas beberapa risiko medis dan banyak
pertimbangan sosial, keuangan, dan logistik untuk bepergian selama kehamilan. Pertimbangan
yang bersangkutan termasuk risiko komplikasi medis di Negara lain, pertimbangan
imunisasi, akses ke perawatan obstetrik di negara berkembang, asuransi
kesehatan, dan peraturan penerbangan (air travelling).
AIR TRAVELLING
(PERJALANAN UDARA)
Risiko umumnya yang ada saat perjalanan udara selama
kehamilan mencakup paparan radiasi, tromboemboli vena, dan kurangnya sumber
daya medis untuk menangani keadaan darurat obstetrik di udara.
Tapi secara keseluruhan dari data yang saya peroleh, dan
dari keseluruhan data yang dirangkum salah satu Article Review tidak ada
satupun data yang mengkonfirmasi peningkatan resiko apapun bagi wanita sehat
untuk melakukan perjalan dengan pesawat.
Data penelitian Lauria et al terhadap pramugari usia
reproduksi yang sedang hamil mengkonfirmasi tidak mendeteksi tingkat keguguran
yang lebih tinggi terkait dengan perjalanan udara. Namun penelitian ini juga menemukan
tingkat yang lebih tinggi pada ketidakteraturan menstruasi antara pramugari
saat ini dan infertilitas yang lebih tinggi dikarenakan over working dan sedikitnya kesempatan ketemu suami. Kondisi over
working ini juga memperberat resiko aborsi spontan (keguguran) pada penelitian
ini.
Freeman et al pada
penilitian retrospektif cohort terhadap wanita yang melahirkan janin tunggal
tidak cacat mengatakan tidak ada hubungan antara kehamilan dengan berat badan
lahir rendah, usia kehamilan yang lebih pendek (premature), resiko sesar, perdarahan
vagina, persalinan prematur, preeklampsia, atau bayi baru lahir yang masuk NICU
serta tidak didapatkan kejadian tromboemboli pada 118 traveller wanita yang
melakukan perjalan dengan udara.
Namun, pada wanita dengan kondisi medis tertentu seperti
penyakit pernafasan, jantung harus berkonsultasi dengan dokter terkait dengan
kebutuhan tambahan oksigen saat di lingkungan cabin yang hipoksia karena
hipoksia di kabin memungkinkan kekambuhan pada wanita hamil dengan angina tidak
stabil (nyeri dada), gagal jantung kongestif, atau kondisi paru kronis.
Singkatnya, perjalanan udara bagi wisatawan hamil aman, dan
ini diringkas dalam dua rekomendasi oleh the American College of Obstetrics and
Gynaecology (ACOG) Committee on Obstetric Practice. Rekomendasi ACOG pertama
menyatakan bahwa wanita hamil yang berisiko signifikan untuk persalinan
prematur atau dengan kelainan plasenta harus menghindari travel via udara.
Rekomendasi ACOG kedua menyatakan bahwa wanita hamil dengan aman bisa terbang
sampai 36 minggu umur kehamilan. Kebanyakan penerbangan komersial memiliki
pedoman yang mirip dengan rekomendasi ACOG, dengan beberapa mengizinkan
perjalanan domestik sampai 36 minggu dan perjalanan internasional sampai 35
minggu kehamilan. Sebuah penelitian di Kanada yang meneliti tentang berapa usia
kehamilan yang diijinkan maskapai penerbangan didapatkan rata-rata wanita boleh
melakukan perjalanan udara pada usia kehamilan 0-36 minggu. Perlu diwaspadai
jika sudah 32minggu ada baiknya konsultasi dengan dokter terkait dengan
kompresi sabuk terhadap perut, dan sedangkan untuk usia di atas 36 minggu
wanita hamil diwajibkan untuk mengantongi surat ijin dokter yang membolehkan
dia melakukan penerbangan terkait dengan kondisi janin dan letak plasentanya.
Lebih dari usia 39 minggu, wanita benar-benar tidak diperbolehkan melakukan
perjalanan udara. Surat ijin dokter harus dilakukan maksimal 24 jam sebelum
penerbangan.
Pada wanita kehamilan pertama sedikit banyak ada peningkatan
resiko kehamilan preterm (34-37 minggu). Kalau sudah kehamilan kedua ketiga
mah, aman-aman aja.
Pada kasus perjalanan udara lebih dari 4 jam
Faktor-faktor seperti
hipoksia hypobaric, dehidrasi, alkohol yang berlebihan atau kopi, tekanan udara
rendah dan kelembaban rendah dapat mempengaruhi sistem koagulasi. Hipoksia
hipobarik (yang merupakan penurunan tekanan udara dan induksi relatif hipoksia)
mengurangi aktivitas fibrinolitik dan menyebabkan pelepasan santai faktor dari
dinding pembuluh darah yang dapat meningkatkan stasis vena. Statis vena ini
nanti berujung pada penggunmpalan darah, darah yang menggumpal dapat mudah
terlepas, kemudiaan lepasannya (embolinya) dapat menyebabkan penyumbatan pada
organ penting seperti paru, otak atau bahkan pembuluh darah plasenta. Untuk
meminimalkan risiko VTE berikut penerbangan long¬distance, mereka saran bahwa
mengenakan stoking dukungan, bergerak kaki mereka secara berkala, menghindari
pakaian ketat, keluar dari kursi mereka dan berjalan selama beberapa menit dan
tetap terhidrasi harus dilakukan.
Jika diperlukan biasanya dokter obsgyn memberikan tambahan
obat pengurang penggumpalan darah seperti aspirin, warfarin atau yang lainnya.
PENYAKIT INFEKSI SAAT TRAVELLING PADA KEHAMILAN
Perjalanan ke tujuan tropis menimbulkan risiko untuk
akuisisi penyakit menular, travellers ' diare, dehidrasi, trauma, gigitan hewan
dan serangga. Ketika wanita hamil sedang bersiap-siap untuk perjalanan ke
negara-negara tropis atau berkembang, imunisasi harus dipertimbangkan
berdasarkan penyakit endemik ke tujuan tertentu, durasi perjalanan, potensi
dampak penyakit pada kehamilan, dan potensi risiko dari vaksin pada wanita
hamil. Biasanya nanti untuk dokter kami memakai pedoman dari The Society of
Obstetricians dan Gynaecologists tentang "Imunisasi pada Kehamilan"
WHO merekomendasikan wanita hamil untuk menghindari
perjalanan ke daerah endemis malaria atau infeksi hepatitis E. Kalau di
Indonesia sendiri untuk kasus endemis malaria sejauh ini tempat2 di luar Pulau
Jawa dan Sumatra walau tidak menutup kemungkinan di daerah Jawa Sumatra juga
ada insidennya.
Malaria berhubungan dengan peningkatan risiko kematian ibu
dan bayi, keguguran, dan bayi lahir mati. Jika perjalanan ke daerah endemik malaria
tidak bisa dihindari, maka wanita hamil harus melindungi diri dari gigitan nyamuk
dengan menutupi dengan pakaian yang sesuai, tidur dengan penyaring atau
kelambu, mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria (yang ini wajib yaaa, nanti apa
yang diminum konsultasi dokter.
KEGIATAN REKREASI YANG HARUS DIHINDARI SAAT HAMIL
Salah satu yang merupakan kontraindikasi pada kehamilan
adalah Scuba diving karena adanya risiko sindrom dekompresi di fetus.
WHO menyarankan ibu hamil untuk tidak melakukan perjalanan
ke ketinggian lebih dari 3000 m karena risiko hipoksia hypobaric, tapi
perjalanan ke daerah-daerah dengan ketinggian hingga 2500 m dianggap aman.
Dampak buruk dari ketinggian yang tinggi pada perfusi uteroplasenta dapat. Oleh
karena itu, latihan di ketinggian tinggi seperti hiking, mountainering harus
dibatasi, dan wanita hamil harus diskrining untuk jantung atau penyakit
paru-paru, anemia, hipertensi, dan preeklamsia. Meskipun wanita hamil tidak
diyakini pada peningkatan risiko untuk penyakit ketinggian, semua wisatawan
harus menyesuaikan diri ketika tiba di dataran tinggi untuk menghindari penyakit
ketinggian, yang dapat mengancam jiwa baik bagi ibu dan janin. Secara umum,
wanita juga harus disarankan untuk tetap terhidrasi dengan baik dan
berhati-hati di medan genting untuk mencegah jatuh saat hiking.
Cruising / berlayar adalah tidak menjadi pilihan yang layak
bagi ibu hamil karena kurangnya sumber daya untuk mengelola keadaan darurat
obstetrik di papan; sebagai hasilnya, banyak jalur pelayaran memiliki
pembatasan wisatawan hamil. Banyak jalur pelayaran memungkinkan wanita hamil
untuk naik kapal hanya jika mereka berada di usia kehamilan kurang dari 24
minggu pada hari debarkasi, dan semua wanita hamil membutuhkan surat dokter
yang menyatakan kesehatan yang baik dan kehamilan berisiko rendah. Wanita hamil
harus disarankan untuk meninjau kebijakan jalur pelayaran tertentu sebelum
pemesanan perjalanan
Kualitas perawatan medis luar negeri dan hal yang harus
diperhatikan jika keluar negeri
Wisatawan hamil harus menanyakan tentang jenis perawatan
medis dan kebidanan yang tersedia di tempat tujuan. rasio kematian ibu di
negara-negara berkembang secara signifikan lebih buruk daripada di
negara-negara maju (240 per 100 000 vs 16 per 100 000 kelahiran). Hal ini
terutama berlaku untuk daerah dengan jumlah yang rendah dari tenaga kesehatan
terampil, seperti sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan. Pertimbangan lain adalah
jarak tempuh ke pusat perawatan bersalin. Sebuah studi di Belanda menunjukkan
peningkatan risiko kematian neonatal dan hasil kehamilan yang merugikan bagi
perempuan dengan waktu tempuh 20 menit atau lebih dibandingkan dengan mereka
yang hidup dalam waktu 20 menit dari unit bersalin. Untuk wanita hamil
merencanakan perjalanan ke negara berkembang di mana jalan yang buruk
dipertahankan dan akses ke layanan darurat langka, jarak ke pusat bersalin
sangat penting.
Salah satu pertimbangan yang paling signifikan dari
bepergian selama kehamilan adalah risiko melahirkan prematur. Tingkat kelahiran
prematur tidak dapat diprediksi. Orangtua mungkin perlu untuk tetap di negara
tujuan wisata, terpisah dari keluarga dan teman-teman, untuk periode waktu yang
sama, dan hal ini menyebabkan stres emosional ataupun permasalahan biaya. Jika
wanita hamil pada umumnya harus melakukan perjalanan ke daerah pedalaman dan
melahirkan disana, maka beberapa resiko negatif yang telah tercatat termasuk
kesepian, kebosanan, stress finansial, dan gangguan sosial dan emosional.
Pertimbangan lain adalah status kewarganegaraan. Untuk
masalah ini saya tidak dapat banyak berkomentar.
Secara keseluruhan, risiko kelahiran prematur saat bepergian
rendah, tetapi jika seorang wanita sudah memiliki risiko yang signifikan dari
kelahiran prematur, bepergian ke luar negeri selama kehamilan harus mungkin
berkecil hati.
WAKTU TERBAIK UNTUK PERJALANAN PADA KEHAMILAN
Perjalanan pada trimester pertama dianggap aman tetapi dapat
menjadi tidak nyaman bagi beberapa wanita karena kelelahan dan mual-mual
(hyperemesis gravidarum). Pada trimester pertama, ada risiko potensial
perdarahan akibat keguguran atau pecahnya kehamilan ektopik (kehamilan di luar
Rahim), yang dapat mengancam jiwa. Perempuan hamil disarankan untuk USG untuk mengkonfirmasikan
kehamilan nya sebelum bepergian. Umumnya, trimester kedua dianggap sebagai
waktu terbaik untuk melakukan perjalanan di kehamilan, karena risiko rendah,
dan wanita umumnya merasa baik tidak ada mual mual. Pada trimester ketiga,
banyak wanita yang tidak nyaman duduk atau berdiri untuk waktu yang lama, dan
berada pada peningkatan risiko kelahiran yang tidak direncanakan. WHO
menyatakan bahwa perjalanan selama trimester kedua adalah yang paling aman.
SARAN
Saya bagi menjadi 3 persiapan:
Sebelum pergi
Melakukan pemeriksaan USG untuk memastikan kehamilan nya
benar2 berada dalam kandungan dan layak pergi (pada trimester pertama)
Memiliki vaksinasi yang diperlukan dan mendapatkan obat profilaksis
(anti-malaria) jika ke daerah tertentu
Mengetahui tipe golongan darah Anda pribadi
Menentukan apakah darah diskrining untuk HIV dan hepatitis
di tempat tujuan (terkait jika terjadi kebutuhan kantong darah)
Menentukan layanan asuransi tempat tujuan (epertinya saya
ada data asuransi di Amerika berdasarkan jurnal yang say abaca)
Menentukan tingkat perawatan medis yang tersedia di tempat
tujuan Anda serta akses tercepatnya
Dokumentasi dan
obat-obatan yang diperlukan
Salinan catatan medis Anda
Catatan medis dokter tentang hari perkiraan lahir (jika
bepergian pada saat travelling)
Salinan polis asuransi
Obat yang cukup, suplemen multivitamin prenatal,
acetaminophen (sesuai resep dokter), dan anti-muntah
Langkah-langkah
pencegahan kejadian tak terduga pada saat liburan
Tetap terhidrasi dengan baik dan membawa makanan ringan
tambahan
Hati hati terhadap makanan dan air yang ada selama di tempat
tujuan
Menghindari gigitan serangga
Jauhkan ponsel dan memakai stoking kompresi nanti saya share
gambarnya
Tahu di mana pusat perawatan bersalin di tempat tersebut dan
bagaimana akses menuju ke sana
RINGKASAN
Perjalanan saat hamil untuk wanita dengan kehamilan berisiko
rendah sangat lah aman. Tetapi wanita yang berisiko rendahpun dapat memiliki
komplikasi medis yang tak terduga selama perjalanan, disamping akses ke tempat
rawat yang terbatas jika di negeri orang atau di tanah orang. Ketika memutuskan
akan melakukan perjalanan ke luar negeri, wanita hamil harus mempertimbangkan
potensi risiko komplikasi kehamilan dan persalinannya, dan bagaimana ini akan
mempengaruhi kehidupan mereka secara finansial, emosional, dan sosial. Selain
itu, saya menyarankan sangatlah perlu untuk mengeksplorasi rincian peraturan
asuransi kesehatan perjalanan dan peraturan maskapai sebelum keberangkatan. Yang
jelas jika akan melakukan perjalanan sekali lagi konsultasi dengan dokter
obsgyn sebelum berangkat untuk memastikan bahwa janin yang ada di dalam Rahim
benar2 sehat dan siap berangkat.
Komentar