Adil untuk PNS, Bijak untuk Swasta*

oleh:: Abdul Jabbar A.
Pada rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS), dapat kita temui reaksi dari beberapa kalangan. Reaksi yang paling menarik adalah munculnya dilema pencari kerja yang mempertentangkan keputusan antara harus masuk pada bursa kerja swasta atau bursa kerja Negara. Dari proses pertentangan ini secara langsung akan kita dapati 3 pola fikir pencari kerja, yaitu:
1. pencari kerja yang berfikir harus PNS
2. pencari kerja yang berfikir harus swasta
3. pencari kerja yang berfikir asal dapat kerja sesuai harapan.
Pergulatan semacam ini saya rasakan berat benar, mengingat mereka semua harus memutuskan yang bisa jadi menjadi pilihan seumur hidupnya. Tanpa ingin terlibat lebih jauh dari masalah itu, menjadi menarik jika ini diperdalam dalam keterkaitan antara kebutuhan individu dan kebutuhan negara bangsa (nasional). Dari kacamata ini akan tampak jelas disisi mana seorang anak bangsa harus menjalankan kewajibannya sebagai bukti bahwa ia benar-benar cinta pada bangsa dan negaranya. Jadi, bukan PNS atau Tidak PNS semata yang kita nilai, tetapi lebih pada bagaimana kita bersikap adil manakala menjadi PNS dan bijak manakala tidak menjadi PNS.
Pertama, Adil manakala menjadi PNS dimaksudkan agar setiap orang yang menjadi PNS hendaknya mampu bersikap adil. Dalam koridor ini kata “adil” belum bergeser pada makna dasarnya, yakni menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Menempatkan dirinya yang sudah berprofesi sebagai PNS sesuai aturan-aturan yang ada serta tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam menjalankan tugas dan melayani masyarakat dengan berlandaskan nilai-nilai abdi negara dan pamong praja.
Dalam ilmu Administrasi Negara, salah satu sikap yang biasa dijelaskan adalah, bahwa setiap PNS harus dapat bersikap impersonal, artinya dalam menjalankan tugas dan kewenangannnya tidak ada yang dijunjung lebih tinggi selain aturan yang telah ditetapkan. Misalnya, ada aturan yang berbunyi “Pelayanan harus diberikan menurut daftar antrean”. Jika ada sanak kerabat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan publik, maka tidak dibenarkan mendahulukan keluarga atau teman dalam mendapatkan pelayanan itu. Itulah salah satu sikap impersonal yang dimaksud.
Lebih lanjut, sejatinya setiap PNS adalah pemimpin bagi apa yang dibidanginya. Bagaimana tidak, rakyat akan menganggap kinerja pemerintahan baik manakala tiap-tiap PNS mampu menjadi pemimpin yang baik bagi bidangnya. PNS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan negara, oleh karena itu tegak atau runtuhnya negara sangat bergantung pada kinerja setiap PNS. Bukan le‘tat ces moi (negara adalah saya) yang harus dikedepankan, tetapi semangat (hitam atau putih inilah negaraku) yang harus dipegang erat. Artinya, jika memang “hitamnya” negara dipandang sebagai sumber kehancuran bangsa maka, sudah selayaknyalah “diputihkan” oleh pegawai-pegawainya, karena sejatinya negara menggaji mereka untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang ada di dalamnya.
Jadi dalam hal ini, sebaiknya kita pinggirkan pendapat yang menyatakan bahwa orang-orang yang masuk jadi PNS adalah orang yang kehilangan atau menggadaikan idealismenya. Selayaknyalah ada asumsi dan harapan yang kita bangun bahwasanya mereka yang masuk dan memilih menjadi PNS adalah orang-orang yang akan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan bagi bidang yang diampunya masing-masing dan merubah segala citra buruk yang melekat dalam setiap kinerja PNS. Jika tidak demikian, sungguh orang-orang ini akan menambah beban berat dan masalah baru bagi bangsa dan negara.
Kedua, Bijak manakala tidak menjadi PNS. Saat ini ada sebuah paradigma yang berkembang dalam masyarakat yaitu bahwa orang-orang yang menjadi PNS adalah orang-orang oportunis, penggadai idealisme, gila jabatan. Mereka adalah orang yang suka bermalas-malasan, tidak suka tantangan dan masih banyak lagi citra buruk PNS yang seringkali dilontarkan oleh nonPNS.
saya rasa ada kaitan erat antara situasi dan kondisi bangsa dan negara yang carut marut, yang itu disebabkan sebagian besar oleh ulah aparatnya (PNS). Dan sasaran “kemarahan” itu seringkali muncul pada mereka yang baru akan memasuki dunia PNS. Tidak banyak memang yang bersikap demikian, tetapi saya akan coba urai sedikit karena menurut pandangan saya keduanya punya andil terhadap masalah bangsa dan negara.
Uraian saya itu dimulai dari sebuah pertanyaan: Siapa sajakah yang terlibat dalam kasus-kasus yang merugikan negara dan bangsa? Jawaban saya adalah aparat dan non aparat, PNS dan Swasta terlibat dalam hal itu.
Terjadinya hal ini bukannya tanpa sejarah dan alasan kuat. Dari sudut pandang sejarah negara bangsa demokrasi, ingat saya dimulai dari negara perancis yang saat itu awalnya berbentuk monarki absolut dibawah raja Lois XIV, yang senantiasa melakukan hura-hura uang kerajaan dan sekali waktu bekerja sama dengan kaum bangsawan kaya (pengusaha/swasta) untuk membuat peraturan yang menguntungkan keduanya. Saya kira ini cukup untuk dijadikan bukti bahwa skandal “swasta dan penguasa” adalah salah satu penyebab runtuhnya negara bangsa, dan itu sudah dimulai sejak dulu.
Alasan lain yang coba saya gali berasal dari sudut pandang model pengelolaan negara (pemerintahan). Saat ini terkenal dengan istilah good governance yang berarti penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Baik saya terjemahkan sebagai praktek pemerintahan yang bebas dari mal administrasi (misal: KKN). Model ini bertumpu pada tiga pilar :
1. pemerintah / elite
2. swasta / pasar/market
3. masyarakat / civil society
Titik tersulit dari penerapan model ini adalah adanya keseimbangan peran dan pengawasan tiap pilar pada pilar yang lain, padahal ketika model ini di dengungkan, kondisi awal tiap pilar berbeda terutama kondisi civil society yang cenderung lemah. Atau jika boleh saya gunakan bahasa lain bahwa good governance adalah wacana luar negeri yang tiba-tiba masuk ke dalam negeri, diwacanakan oleh kaum intelektual lalu dikutip habis oleh pemerintah dan seolah-olah menjadi bagian dari pola pemerintahan. Namun, nol besar dalam prakteknya. Terlebih lagi salah satu visi besar dari model ini adalah membentuk pemerintahan yang friendly market (ramah pasar). Visi besar ini akan senantiasa menggoda untuk sebuah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang berujung pada penempatan masyarakat sebagai objek dari kerjasama itu. Contoh nyata dari satu kasus saja yang menyeruak ke permukaan yaitu kasus mafia pajak oleh Gayus HP Tambunan yang melibatkan banyak perusahaan swasta kaya.
Dari argumen diatas, bijak manakala bekerja di sektor swasta / mandiri dapat diartikan sebagai sebuah sikap sungguh-sungguh untuk menjadikan pekerjaan itu sebagai penopang ekonomi bangsa. Sikap untuk menaati peraturan yang ada jika harus berhubungan dengan aparat pemerintahan (PNS). Tidak mencari-cari peluang untuk mendapatkan pelayanan lebih dengan mengeluarkan sejumlah nominal uang.,
Jika dua sikap ini dimiliki benar oleh keduanya, tidak perlu kiranya ada lagi kasus-kasus yang merugikan bengsa dan negara. Tidak perlu lagi kiranya ada satgas mafia hukum atau satgas-satgas lain yang kemungkinan besar akan muncul dikemudian hari. Tidak perlu lagi semua itu karena elemen negara (PNS) dan swasta sama-sama memiliki sikap yang jelas sebagai perwujudan cinta terhadap tanah air dan bangsanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muhasabah.....part 3

Macam-macam Kontrasepsi

Reminder