MATI SOMATIK (Kedokteran Forensik)
REFRAT FORENSIK
MATI
SOMATIK
Ilmu
Kedokteran Forensik
RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Disusun oleh:
Annisa Inayati MS (G99141123)
Dokter Pembimbing Klinik :
Dr. Hari Wujoso, dr, MM, Sp.F
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Seorang
sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna
bagiku dari sisi Allah.” Nabi Saw lalu bersabda: “Perbanyaklah mengingat
kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur.
Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa.
Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul.” (HR.
Ath-Thabrani)1
Forensik identik dengan
mempelajari dunia perpindahan. Tempat dimana seorang dokter dihadapkan pada
realita perpindahan pasien dari sebuah kehidupan menuju sebuah kematian. 2
Ilmu yang mempelajari
tentang kematian dan perubahan-perubahan pada mayat serta factor-faktor yang
mempengaruhi segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian disebut dengan
Thanatologi yang berasal dari kata thanatos : hal yang berhubungan dengan mayat
dan logos: pengetahuan / ilmu.
Secara tradisional mati
dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga system penunjang
pokok hidup yaitu sistem saraf pusat, jantung dan paru secara permanen (permanent cessation of life).
Berhentinya ketiga hal ini yang disebut dengan mati klinis. Secara sederhana
pendefinisian tersebut tadi menggunakan “Trias Bichat” yaitu berhentinya fungsi
respirasi, fungsi saraf dan fungsi sirkulasi. Namun seiring dengan perkembangan
teknologi dan peradaban manusia maka dikenallah istilah-istilah yang
menggambarkan kematian seperti mati batang otak, mati otak, bahkan mati
seluler. 3
BAB II
ISI
- DEFINISI
MATI
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung,
terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara
lain sistem persarafan,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi
satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem
yang lainnya juga akan ikut berpengaruh (Idries, 1997). 4
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati
somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak
(mati batang otak).
Mati somatik (mati
klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan
pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997). 4
Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya
refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak
terdengar saat auskultasi.
Mati suri (apparent
death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi
gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan
tenggelam (Idries, 1997).4
Mati seluler (mati
molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ
tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).5
Mati
serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya
yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto,
1997).5
Mati otak (mati
batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh seluruh
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997)5
- MATI SOMATIS
Mati somatis
adalah keadaan dimana fungsi ketiga organ vital (sistem saraf pusat,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan) berhenti secara menetap
(ireversibel) yang pada klinisnya didapatkan:
1.Sistem saraf
·
Refleks-refleks fisiologis dan patologis
·
Tonus otot → sehingga terkesan tubuh saat diangkat
berat ( relaksasi primer ).
2.Sistem pernafasan
·
Tak tampak gerakan dada.
·
Tak teraba udara keluar masuk hidung.
·
Bulu / serat halus yang ditaruh di depan hidung tidak
bergerak.
·
Tak terdengar suara aliran udara di depan hidung, di
trakea, di dada.
3. Sistem kardivaskuler
·
ECG mendatar .
·
Nadi tidak teraba.
·
Iktus kordis negative.
·
Denyut jantung tidak terdengar. 3
Penilaian
klinis yang dilakukan pada mati somatic pun meliputi pemeriksaan ketiga organ
fungsional yaitu:
1. Pemeriksaan
Kardiovaskuler:
a. Palpasi
· Nadi
pergelangan tangan tidak teraba
· Nadi leher
tidak teraba
· Nadi
pergelangan kaki tidak teraba
· Ictus cordis
tidak teraba
b. Visualisasi
· EKG datar
c. Observasi
· Tidak tampak
ictus cordis
· Kulit pucat
· Warna kuku
pucat
Untuk menentukan jantung masih
berfungsi atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a) Auskultasi
Auskultasi dilakukan di daerah
prekardial selama 10 menit terus – menerus.
b) Tes Magnus
Yaitu dengan mengikat jari tangan
sedemikian rupa sehingga hanya aliran darah vena saja yang berhenti. Bila
terjadi bendungan berwarna sianotik berarti masih ada sirkulasi.
c) Tes Icard
Yaitu dengan cara menyuntikkan
larutan dari campuran 1 gr zat flouresein dan 1 gr Natrium bikarbonat di dalam
8 ml air secara subkutan. Bila terjadi perubahan warna kuning kehijauan berarti
masih ada sirkulasi darah.
d) Incisi
arteria radialis
Bila terpaksa dapat dilakukan
pengirisan pada arteria radialis. Bila keluar darah secara pulsatif berarti
masih ada sirkulasi darah.
2. Pemeriksaan
Pernafasan
a. Observasi
· Tidak ada
gerakan dada
· Jika di dada
atau perut mayat ditaruh baskom / gelas berisi air maka tidak ditemukan adanya
getaran air akibat adanya gerakan dada (test wislow)
· Jika di
depan hidung diberi serabut kapas tidak tampak adanya gerakan serabut kapas
tersebut (tes bulu kapas)
· Jika di
depan hidung diberi kaca, tidak tampak adanya uap air yang keluar dari lubang
hidung (tes cermin)
b. Palpasi
· Tangan
ditaruh dada / tunggung tidak terasa ada gerakan udara masuk
· Tidak teraba
ada gerakan dada
c. Auskultasi
· Tidak
terdengar suara udara keluar masuk saluran pernafasan (dapat didengarkan dari
suara nafas di leher, dada). Tes ini perlu dilakuakan secara hati-hati dan
lama. Kalau perlu dilakukan auskultasi pada daerah laring.
3. Pemeriksaan
Sistem Saraf
a. Reflek-reflek
negative (baik yang fisiologis maupun patologis) seperti : reflek patella,
reflek tendo Achilles, reflek chadok, reflek babinski, dll.
b. Elektroensefalografi
mendatar
c. Reflek pupil
/ cahaya negative, reflek kornea
d. Reflek
rangsangan sakit.3
BAB III
SIMPULAN
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan
kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu
Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian
yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah
terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.6,7
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya
perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan
respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi
kematian batang otak, kematian otak, bahkan mati seluler. Ada juga sebuah
kematian yang dinamakan mati suri.6
REFERENSI
1.
Al-Hadits
2.
Sambutan Dr.dr,
Hari Wujoso, MM, Sp.F kepada Mahasiswa Stase Forensik periode 11 – 23 November
2014.
3.
Wujoso,
Hari. 2009. Thanatologi. Surakarta: UNS Press
4. Idris A.M. Identifikasi pada
Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, edisi pertama, Jakarta: Binarupa Aksara,
1997.
5. Budiyanto, Arif, dkk. 1997.
Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Tim Penulis Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ilmu Kedokteran Forensik,
Jakarta:FKUI; 1997.h. 25-36.
7. Husni, GM. Hukum Kesehatan Ilmu
Kedokteran Forensik, bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran
Universitas Andala, Padang: FKUNAND; 2007.h.15-26
Komentar